Rotasi News – Penyitaan eskapator milik keluarga Pardede berbuntut ke gugatan praperadilan. Jumat (6/9/2019).
Gugatan itu diajukan Daulat Sihombing, SH, MH dan Laurensius D. Sidauruk, SH, Advokat Sumut Watch selaku kuasa hukum atas nama dan kepentingan kliennya Rusli Getruda Manullang, yakni keluarga Pardede. Pengajuan gugatan itu diungkapkan Daulat Sihombing melalui pers rilisnya yang diterima via pesan Whats App (WA).
Dalam gugatan Praperadilan yang diregister dalam perkara No. 06/Pid.Pra/2019/PN.Pms, urai Daulat, Sumut Watch menggugat Kapoldasu cq. Kapolres Kota Pematangsiantar AKBP. Heribertus Oppusunggu sebagai Termohon I, Kasat Reskrim Polres Kota Pematangsiantar (Termohon II), Ipda Pol. Malon Siagian (Termohon III) dan Ipda Pol. Aswan Ginting Suka, SH (Termohon IV).
Dasar gugatannya Putusan MK Nomor : No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang pada pokoknya memperluas objek Praperadilan. Pertama : bahwa Pasal 77 huruf a UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, bertentangan dengan UUD NRI 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan. Kedua, bahwa Pasal 77 huruf a UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan.
Selain itu yurisprudensi putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Nomor : 04/Pid.Pra/2013/PN.JKT-BRT, yang telah memutuskan bahwa : “Tindakan penyitaan yang dilakukan Polres Jakarta Barat terhadap fasum (fasilitas umum) Apartemen Slipi tidak sah, Serta memerintahkan Polres Jakarta Barat melepaskan penyegelan ruang – ruang fasum dan pintu masuk, serta mencabut police line di ruang serbaguna, sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya”, maka secara hukum telah memberikan justifikasi bahwa police line merupakan objek praperadilan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan penyelidikan dan penyidikan dalam lingkup penyitaan sebagaimana diatur Pasal 38 KUHAP.
Tentang Duduk Perkara
Daulat menuturkan, tanggal 24 Juni 2019 sekira pukul 16.00 WIB , Sat Reskrim Polres Siantar telah mendatangi lokasi kaplingan kliennya di Tanjung Pinggir, dan mempertanyatakan dugaan aktivitas Galian C illegal di lokasi itu. Kliennya telah menjelaskan tidak memiliki aktivitas apapun dengan usaha Galian C illegal, kecuali sekedar aktivitas penimbunan, pengerukan dan pemerataan tanah kaplingan atau tanah persilan untuk layak jual dengan mengoperasikan satu unit eskapator.
Sekalipun telah dijelaskan, Sat Reskrim Polres Kota Pematangsiantar selaku Termohon I, II dan III, ngotot untuk memasang police line terhadap satu unit eskapator (sebutlah eskapator1) milik kliennya , tanpa adanya izin penyitaan dari Ketua PN. Pematangsiantar.
Kemudian, tanggal 20 Agustus 2019, sekitar pukul 16.00 WIB, ketika Rusli Getruda Manullang sedang bekerja meratakan tanah kaplingan dengan mengoperasikan satu unit lain eskapator miliknya (sebutlah eskapator2) di Tanjung Tonga, persis disela- sela waktu ketika eskaptor2 milik kliennya mengisikan tanah ke satu unit dump truck seseorang yang minta bantuan tanah timbunan untuk disumbangkan ke bangunan mesjid, lagi – lagi Sat Reskrim Polres Siantar, yang pada pokoknya merupakan Termohon I – III, juga telah memasang police line terhadap eskapator2 milik kliennya karena diduga terkait aktivitas atau usaha Galian C Illegal, tanpa izin penyitaan dari Ketua Pengadilan.
Setelah tersandera sekian lama di area “police line”, maka tanggal 28 Agustus 2019, eskapator2 milik Rusli Getruda Manullang yang berada di lokasi Tanjung Tonga ini kemudian telah diangkat, dipindahkan dan di sita oleh Termohon IV, tanpa izin penyitaan dari Ketua Pengadilan.
Terkait penyitaan eskapator2 milik kliennya, Para Termohon baru melayangkan surat kepada kliennya, dengan No : Sp.Gil/548/VIII/2019/Reskrim, tanggal 24/8/2019, dan No : SP.Gil/548-A/VIII/2019/Reskrim, tanggal 28/08/2019, yang pada pokoknya panggilan pemeriksaan SAKSI berdasarkan LP (Model A) No : LP/423/VIII/2019/Reskrim, tanggal 20/08/2019, dalam dugaan tindak pidana Pasal 158 UU No. 04 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral dan Batubaru.
Menurut Daulat, tindakan Termohon I – IV, yang memasang police line terhadap eskpator1 dan eskapator2 milik kliennya di Tanjung Pinggir dan Tanjung Tonga, tanpa izin penyitaan dari Ketua Pengadilan, juga tindakan Termohon IV yang mengangkat, memindahkan dan menyita eskpator2 milik kliennya juga tanpa izin penyitaan dari Ketua Pengadilan, pada pokoknya merupakan kesewenang- wenangan dan penyalahgunaan jabatan (abuse of power) yang melanggar dan/ atau bertentangan dengan Pasal 38 KUHAP, jo. Pasal 77 KUHAP, jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014.
Oleh karena itu, Sumut Watch dalam petitum gugatannya menuntut antara lain agar hakim Praperadilan menyatakan tindakan Termohon I s/d IV, yang melakukan pemasangan police line terhadap eskapator1 dan eskapator2 milik Pemohon di Tanjung Pinggir dan Tanjung Tonga adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum.
Sidang praperadilan ini dijawalkan akan disidangkan secara perdana hari Senin, tanggal 09 September 2019 di Pengadilan Negeri Pematangsiantar. (*/tsp)