Topsumutpress.com – Bayi dari seorang ibu pasien pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) meninggal dunia setelah partus atau melahirkan di Puskesmas Tiga Dolok, Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun.
Informasi diperoleh pada Sabtu (15/9/2018) siang. Pasien pemegang KIS dimaksud adalah boru Nainggolan berusia sekitar 30-an tahun, istri dari seorang marga Manik yang berprofesi sebagai sopir angkutan penumpang umum.
“Kronologisnya begini, pada Rabu (12/9/2018) tengah malam, dibawalah ke Puskesmas karena memang pelayanan tingkat permatanya di KIS itu adalah di Puskesmas Tiga Dolok,” tutur seorang warga bermarga Sinaga.
“Sempat pulang, karena meraung-raung kesakitan, dimintalah ke rumah sakit. Hari Kamis (13/9/2018) pagi, dibawalah ke rumah sakit yang ada di kota siantar. Disitu sempat ditangani, dibilang tak kenapa, disuruh balik lagi ke Puskesmas,” tuturnya.
“Di rumah sakit, setelah diperiksa, katanya bisa melahirkan normal di Puskesmas. Pulanglah mereka ke Puskesmas. Di Puskesmas, sekitar jam 17.00 wib, lahirlah anaknya, laki-laki, tapi sudah meninggal dunia,” ujar Sinaga.
Saat disinggung mengenai anak yang telah dilahirkan oleh boru Nainggolan, Sinaga menyebutkan anak pertamanya yang dilahirkan itu adalah laki-laki dan sudah dikebumikan.
“Sudah dikebumikan, sekarang orang itu masih tinggal disini di rumah mamaknya boru Nainggolan, di Dusun Hutabaru Nagori Dolok Parmonangan Kecamatan Dolok Panribuan. Masih traumalah mereka,” ungkap Sinaga.
Menurut dugaan Sinaga yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar itu, yang dialami keluarga tersebut diduganya malpraktek.
“Sempat lagi dibilang mereka (pihak Puakesmas) anaknya itu sudah meninggal di dalam kandungan. Kalau sudah meninggal di dalam kandungan, kenapa tidak dirujuk ke rumah sakit. Dugaanku, ini malpraktek. Dan karena pelayanan umum, ini bukan delik aduan,” tukasnya.
Terpisah, ketika dikonfirmasi ke Puskesmas Tiga Dolok, ternyata dr Riona Damanik selaku Kepala Puskesmas Tiga Dolok sudah mengumpulkan para Bidan dan Kordinator Bidan beserta Perawat di ruang kerjanya, untuk memberikan penjelasan.
“Pada saat ini memang sudah sengaja saya hadirkan bidan yang menolong. Dan karena secara tupoksi (tugas pokok dan fungsi) juga, memang bidan yang menolong, silahkan diceritakan,” kata dr Riona kepada bidan yang menangani boru Nainggolan, yakni Dona Siregar.
“Jadi pada waktu itu, ada tiga pasien kami yang partus. Karena ada tiga pasien, kami periksa satu per satu. Kami periksa boru Nainggolan, menurut pemeriksaan kami, ini sudah dalam keadaan gawat. Lalu kami suruh keluarga menelepon mak Tebi pendampingnya,” tuturnya.
“Kami serahkanlah sama mak Tebi, kami bilang, denyut jantung (bayinya) sudah gak terdengar. Kami bilang sama mak Tebi, coba bilang sama keluarganya, bagaimana ini. Berhubungan ada dua lagi pasien, saya langsung ke pasien lainnya,” sambung Dona yang kemudian mempersilahkan mak Tebi memberikan penjelasan.
Sesaat sebelum mak Tebi pendamping pasien memberikan penjelasan, awak topsumutpress.com mempertanyakan, mengapa ketika keadaannya sudah gawat tapi pasiennya tidak dirujuk ke rumah sakit? Mak Tebi menjawab, bahwa ia tidak bisa memberikan rujukan karena tidak punya wewenang.
Selanjutnya, ketika disebutkan bahwa sesuai dengan KIS-nya, karena pelayanan tingkat pertamanya di Puskesmas Tiga Dolok, seharusnya Puskesmas Tiga Dolok yang memberikan rujukan. Hal itu tidak dibantah pihak Puskesmas, namun seketika itu muncul perdebatan antara Bidan Dona dengan mak Tebi, terkesan saling menyalahkan. (n70/tsp)