Artikel Wisata, Berita Viral & Keuangan
Sabtu, 6 September 2025
No Result
View All Result
  • BERITA
  • BISNIS
  • SEHAT
  • HOBI
  • ENTERTAINMENT
  • GAMES
  • BERITA
  • BISNIS
  • SEHAT
  • HOBI
  • ENTERTAINMENT
  • GAMES
No Result
View All Result
Artikel Wisata, Berita Viral & Keuangan
No Result
View All Result
  • BERITA
  • google news
  • BISNIS
  • SEHAT
  • HOBI
  • ENTERTAINMENT
  • GAMES
Home Hobi

Selamat dari Bencana Tsunami Aceh dan Palu, Simak Kisah Rahmat Saiful Bahri ini

Penulis: Bang Ze
6 Oktober 2018 | 11:30 WIB
in Hobi, News
A A

Topsumutpress.com – Lolos dari maut dalam bencana yang menewaskan ribuan orang dan meluluhlantakkan segalanya, merupakan pengalaman luar biasa.

Tetapi lolos dari dua bencana serupa? Itulah yang terjadi pada Rahmat Saiful Bahri.

ADVERTISEMENT

Pada 2004, pria berusia 50 tahun itu selamat dari tsunami yang menerjang Aceh dan menewaskan 200.000 orang lebih.

Dan Jumat (28/9) 2018 lalu, saat gempa-tsunami menghantam Sulawesi Tengah sehingga sejauh ini menewaskan lebih dari 1.500 orang, pria Aceh ini sedang berada di Palu, salah satu kawasan yang paling parah diterjang tsunami.

ADVERTISEMENT

Ia kembali lolos dari maut yang sudah begitu dekat.

Sebagai Kepala Sekretariat Majelis Adat Kota Banda Aceh, Rahmat Saiful Bahri berada di Palu untuk menghadiri lokakarya nasional best practice implementasi penguatan peran tokoh informal dan lembaga adat, sebuah acara tentang peran adat tradisional daerah dalam kebudayaan Indonesia.

Ia tiba di Palu pada Kamis (27/08), sehari sebelum pembukaan acara yang dijadwalkan berlangsung Jumat (28/08), dan menginap di sebuah wisma dekat bandara.

Baru pada Jumat itu Rahmat pindah ke Swiss Belhotel tempat berlangsungnya acara.

Setelah menyelesaikan registrasi sebagai peserta dan chek-in di hotel yang terletak tak jauh dari di tepi pantai Palu, ia pun masuk kamar.

“Baru masuk kamar mandi di kamar, tiba-tiba gempa mengguncang, sampai saya terbontang-banting di dalam kamar mandi,” kata Rahmad Saiful Bahri, kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Pengalaman sebagai penyintas tsunami Aceh 2004, membuatnya bergerak cepat.

“Ketika gempa itu, saya sudah terpikir akan terjadi tsunami, (karena letak Palu di dekat pantai). Maka dari kamar hotel yang berada di lantai tiga, saya bukan lari keluar, tapi berusaha lari ke lantai lima untuk menyelamatkan diri, dari kemungkinan tsunami,” katanya.

Dalam perhitungannya, “kalau pun hotel ambruk karena gempa, yang jadi korban itu di bawah, jadi saya masih bisa selamat karena berada di atas,” kata Rahmat.

Beberapa orang mengikuti jejaknya naik ke lantai lima, lantai tertinggi hotel itu. Bahkan ada yang naik melalui jendela.

Di lantai lima sudah ada beberapa orang. Dan betul saja, tsunami terjadi.

“Tetapi ada juga yang berlarian turun ke bawah dalam keadaan panik, walaupun diserukan untuk jangan turun. Akhirnya jadi korban, terbawa air bah,” kata Rahmat.

Dari jendela lantai lima, dalam kecemasan menyaksikan dahsyatnya peristiwa tsunami itu.

“Kita lihat ombak mungkin tingginya tiga meter, menggulung arah daratan, menghempas hotel kami,” kata Rahmat.

Untunglah bangunan hotel mereka cukup kokoh. “Hanya lantai bawah yang rusak,” kata Rahmat pula.

Saat gempa, Rahmat berlari ke lantai lima karena yakin akan ada tsunami. Dan betul: mereka selamat, dan hanya bagian bawah bangunan yang rusak.

Beberapa puluh menit kemudian, gempa selesai dan gelombang sudah mulai reda, Rahmat bersama beberapa orang lain yang selamat baru berani turun ke lantai bawah.

“Masih ada air, ketinggiannya tinggal sekitar 30 cm, tapi sudah tenang. Lalu kami bersama yang lain lari ke Bukit Sirei yang jaraknya sekitar dua kilometer dari hotel,” katanya, seraya menjelaskan bahwa hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tsunami susulan.

Bukit Sirei tingginya sekitar 50 meter.

“Semua lari ke bukit, di sana kami berlindung selama setengah hari. Untuk makan ada bantuan dari warga berupa nasi dengan mi instan.”

Setelah merasa keadaan sudah lebih stabil, mereka memutuskan untuk turun dari bukit.

Rahmat dan beberasapa sesama peserta lokakarya dari luar Sulawesi, langsung mencari cara untuk terbang meninggalkan Palu.

“Jadi semua orang berinisiatif untuk pergi ke bandara,” kata Rahmat. Bandara Mutiara Sis Al-Juffrie berjarak sekitar 10 km dari tempat mereka.

Mereka berjalan beberapa jam, menembus lumpur, puing, dan berbagai jenis sampah.

Jenazah manusia dan bangkai hewan tampak bergelimpangan. Kendaraan yang rusak dan terbalik akibat tsunami terlihat di mana-mana. Juga perabotan-perabotan rumah dan berbagai benda lain.

Di bandara, ternyata sudah sangat banyak orang yang mengantre dengan harapan yang sama: untuk bisa naik pesawat militer jenis Hercules untuk dievakuasi.

Jumlah pesawat dan mereka yang ingin pergi sangat tidak seimbang, Rahmat harus menunggu selama tiga hari di tempat tersebut.

“Semua orang kesulitan, tidak ada bantuan, tidak ada makanan. Keributan mulai terjadi, karena semua yang ada di situ ingin keluar dari wilayah Palu, lantaran gempa terus terjadi. Syukurnya, pada hari keempat, saya mendapat giliran, dievakuasi ke Makassar, lalu Jakarta. Dan Alhamdulillah, akhirnya tiba kembali ke Aceh,” kisah Rahmat.

Sebelumnya, keluarga Rahmat resah ketika dua hari hilang kontak padahal laporan mengenai gempa dan tsunami bermunculan.

‘Dua Kali Gempa dan Tsunami’

Pada Rabu (03/10/2018), Rahmat kembali mendarat di Aceh, kampung halamannya, tempat ia mengalami kejadian serupa 14 tahun lalu dalam skala yang bahkan jauh lebih dahsyat.

Gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 menewaskan lebih dari 220.000 orang di berbagai negeri, termasuk Thailand. Namun yang paling menderita dan paling banyak korban, adalah Aceh, dengan lebih dari 170.000 korban jiwa.

Rahmat Saiful Bahri mengenang, pada 2004 ia selamat dari gempa dan tsunami Acehdengan berlindung di atas surau yang tinggi. Pengalaman yang memberinya pelajaran penting dalam menyelamatkan diri di Palu.

“Tanggal 26 Desember tahun 2004 itu saya sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja, walaupun hari Minggu, karena ada tugas menyiapkan pidato wali kota untuk rapat paripurna,” Rahmat Saiful Bahri, mengenang gempa dan tsunami Aceh 14 tahun lalu.

Itu tsunami pertama yang dialaminya dalam hidupnya, dan Rahmat tak pernah membayangkan akan mengalami yang kedua kalinya, dan, untungnya, selamat.

“Mulanya tidak ada yang tahu itu tsunami, semua berpikir itu banjir saja,” kata Rahmat.

Saat itu rumahnya yang berada di Desa Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, hanya berjarak sekitar satu kilometer dari bibir pantai.

“Saya pikir banjir biasa, makanya saya masih sempat mengunci pintu dan membawa semua keluarga ke surau didekat rumah. Namun tiba-tiba gelombang tinggi datang, dan menggulung apa saja,” kenang Rahmat.

“Banyak orang yang di depan mata kita terhimpit bangunan dan dibawa ombak, semua meminta tolong, tapi kita hanya bisa melihat sampai mereka meninggal. lailahaillallah… lailahaillallah… awalnya hidup walaupun terhimpit, tepat didepan mata, tapi tidak ada yang berani menolong.”

“Saat itu semua orang berzikir dan mengucapkan apa pun yang bisa diucapkan untuk berdoa,” ungkap Rahmat dengan suara yang semakin serak.

Keluarga Rahmat sempat panik karena salah satu anaknya tak ada.

Namun ternyata sang anak sudah dievakuasi ke Kabupaten Pidie oleh tetangga, “Semua kami sehat.”

Sejauh mata memandang adalah kehancuran dan puing setelah tsunami Aceh.

Surau dengan bangunan dua tingkat tempat mereka mengungsi dan berlindung dari tsunami, masih ada sampai saat ini, jelas Rahmat Saiful Bahri.

Pengalaman itulah yang membuatnya bisa mengendus bahaya, Jumat pekan lalu, ketika gempa terjadi.

“Jadi langsung saya mencari tempat tinggi, dan alhamdulillah, selamat untuk kedua kalinya.”

Tentu saja, Rahmat berharap peristiwa Palu akan merupakan tsunami terakhir yang dialaminya, dan tak akan pernah mengalami yang ketiga kali. (*)

Artikel ini telah tayang di BBC NEWS INDONESIA dengan judul, Rahmat selamat dari tsunami Palu dan Aceh: ‘Yang lain turun ke bawah, saya naik ke lantai lima’

Tags: Aceh dan PaluGempaRahmat Saiful BahriTsunami
Share4SendShare

Related Posts

Pendakian menegangkan di Gunung Slamet, seorang pendaki hilang misterius setelah terdengar suara kentongan dan tercium aroma kemenyan.
News

Kisah Pendaki Gunung Slamet Hilang Misterius Setelah Ada Suara Kentongan dan Aroma Kemenyan

Penulis: Nia Lizara
31 Desember 2023 | 04:27 WIB

ROTASIASIA.COM - Dalam keheningan yang menyelimuti Gunung Slamet, sebuah gunung megah di Jawa Tengah, terdapat kisah seram yang membuat bulu...

Baca Selengkapnya
Partai Golkar dukung Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, di pemilihan umum 2024.
News

Partai Golkar Dukung Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Cawapres Prabowo

Penulis: Mustika Sari
21 Oktober 2023 | 22:14 WIB

ROTASIASIA.COM - Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, memimpin rapat kerja nasional (Rapimnas) Partai Golkar yang berlangsung di Kantor Dewan...

Baca Selengkapnya
Dosen UII Ahmad Munasir Rafie Pratama Hilang di Norwegia
News

Dosen UII Ahmad Munasir Rafie Pratama Hilang di Norwegia

Penulis: Bang Ze
19 Februari 2023 | 18:14 WIB

Dosen UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta, Ahmad Munasir Rafie Pratama dikabarkan hilang di Norwegia. Sebelumnya dinyatakan hilang, Ahmad Munasir diketahui...

Baca Selengkapnya
Truk Nyasar ke Kuburan
News

Heboh Truk Nyasar ke Kuburan Usai Ditumpangi 2 Cewek, Sopir Linglung

Penulis: Bang Ze
15 September 2022 | 18:15 WIB

Rotasiasia.com - Percaya tak percaya, cerita berbau mistis masih menjadi sesuatu yang menarik untuk diperbincangkan. Terbaru, sebuah truk nyasar ke...

Baca Selengkapnya
Promoted

Kesehatan sebagai Bentuk Cinta yang Tak Terlihat

2 Mei 2025 | 13:38 WIB
Promoted

Sering Terlupakan, Inilah Instrumen Investasi yang Paling Penting

31 Oktober 2024 | 12:57 WIB
Promoted

Memperingati Hari Hepatitis Sedunia: Tingkatkan Kesadaran Kesehatan Hati Keluarga

2 Agustus 2024 | 16:17 WIB
Games

Sandi Harian Hamster Kombat 14 Juli 2024, Kode Morse: TRUST

14 Juli 2024 | 04:13 WIB
Games

Sandi Harian Hamster Kombat 11 Juli 2024, Kode Morse: WHALE

11 Juli 2024 | 02:57 WIB
Promoted

Bukan Hanya Harta, Warisan Ini Juga Harus Dipersiapkan

3 Mei 2024 | 17:11 WIB
Promoted

Hanya Sebesar Kepalan Tangan, Pahami Peran Ginjal bagi Kesehatan

13 Maret 2024 | 18:02 WIB
Promoted

Jangan Biarkan Gangguan Tiroid Ganggu Aktivitasmu

10 Januari 2024 | 23:27 WIB
Seni & Hiburan

Apa Itu Mistar dan Mengapa Dianggap Penting dalam Berbagai Aspek Kehidupan

1 Januari 2024 | 02:48 WIB
News

Kisah Pendaki Gunung Slamet Hilang Misterius Setelah Ada Suara Kentongan dan Aroma Kemenyan

31 Desember 2023 | 04:27 WIB
Promoted

World Diabetes Day: Prodia Luncurkan Penawaran Spesial Khusus Pengendalian Diabetes

1 November 2023 | 16:23 WIB
News

Partai Golkar Dukung Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Cawapres Prabowo

21 Oktober 2023 | 22:14 WIB
Promoted

Merdeka dari Penyakit dengan Check-up dan Vaksinasi bersama Prodia

16 Agustus 2023 | 18:24 WIB
Promoted

Cek Hepatitis Sejak Dini, Cegah Sesal Kemudian Hari

15 Agustus 2023 | 15:21 WIB
Promoted

Kesehatan Keluarga yang Utama untuk Momen Bahagia yang Lebih Lama

6 Juli 2023 | 14:43 WIB
Promoted

Golden Years, Golden Deals untuk Sehat bersama Prodia

6 Mei 2023 | 13:54 WIB
Promoted

Pastikan Tubuh Sehat, Silaturahmi Semakin Hangat

14 April 2023 | 13:18 WIB
Promoted

Anak Usaha Prodia Luncurkan Aplikasi Kesehatan “U by Prodia”

10 Maret 2023 | 13:45 WIB
Seni & Hiburan

Lo Lieh, Aktor Asal Pematang Siantar Pertama yang Sukses Guncang Hollywood

21 Februari 2023 | 00:26 WIB
News

Dosen UII Ahmad Munasir Rafie Pratama Hilang di Norwegia

19 Februari 2023 | 18:14 WIB
Promoted

50 Tahun Hadir Dalam Ekosistem Kesehatan di Indonesia, Prodia Siap Melangkah Lebih Jauh Berkontribusi Membangun Kesehatan Bangsa

2 Februari 2023 | 15:27 WIB
  • Kontak
  • Pedoman
  • Policy
  • Terms

© 2022 Rotasiasia.com

barak berita hari ini danau toba sinata

No Result
View All Result
  • BERITA
  • BISNIS
  • SEHAT
  • HOBI
  • ENTERTAINMENT
  • GAMES

© 2022 Rotasiasia.com

barak berita hari ini danau toba sinata