Rotasiasia.com – Desa Wisata Osing merupakan satu dari sekian banyak cagar budaya yang dimiliki Banyuwangi. Sebelum ramai seperti sekarang, kawasan ini dulunya adalah sawah dan hutan. Menurut sejarah, penduduk desa merupakan keturunan dari Kerjaan Hindu Blambangan. Tidak heran, bila mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Suku Osing atau Lare Blambangan dipercaya sebagai penduduk asli Banyuwangi yang masih bertahan dan tersebar di berbagai kecamatan. Hanya saja, Desa Kemiren adalah pusat dari budaya dan tradisi yang selalu dilaksanakan turun-temurun. Berada di jalur menuju Kawah Ijen, sehingga banyak wisatawan singgah ke desa ini.
Yang Menarik di Desa Wisata Osing
Pada Tahun 1995, Desa ini ditetapkan sebagai Desa wisata oleh Bupati Banyuwangi, Purnomo Sidiq. Selanjutnya, kawasan ini dibangun dengan tidak meninggalkan adat dan istiadat. Oleh karena itu, mulai dari bentuk rumah, cara berpakaian, dan gaya hidup tidak berbeda jauh dengan ajaran nenek moyang mereka dulu.

Satu hal yang tidak akan pernah bisa dilupakan dari Desa wisata ini adalah penduduknya. Mereka sangat ramah, baik, bersahaja. Walaupun, berada di wilayah Jawa Timur yang kental dengan bahasa Jawa. Tetapi, di penduduk Desa Kemiren menggunakan bahasa osing yang sulit dimengerti bagi orang awam.
Mengenal Kebudayaan dan Tradisi Desa Wisata Osing
Sampai saat ini, masyarakat Desa Kemiren masih menjalankan tradisi bercocok tanam, atau yang dikenal dengan istilah Selamatan. Tradisi ini dimulai dari padi yang masih dalam bentuk benih, tumbuh berisi, kemudian siap untuk panen. Hal menarik bisa Anda saksikan saat musim panen tiba.
Kesenian tradisional para petani menggunakan anai-anai dan iringan musik angklung serta gendang yang dilakukan di pematang sawah. Saat ini juga, perempuan Osing akan melakukan Tradisi Gedhogan, menumbuk padi dengan menggunakan lesung dan alu. Bunyi yang dihasilkan menghasilkan irama yang sampai saat ini terus dilestarikan.

Tradisi selanjutnya di Desa Wisata Osing adalah Ritual Barong Ider Bumi. Sebuah ritual yang dilakukan sebagai upaya mengusir bahaya dan memohon kepada Tuhan agar panen melimpah. Ritual ini juga bertujuan menyucikan diri dari kesalahan selama satu tahun dan menyembuhkan wabah penyakit yang sedang terjadi.
Menariknya upacara ini adalah kehadiran Barong Osing, tokoh mitologi dari kebudayaan Bali. Wujudnya adalah Singa memiliki sayap dan mahkota. Menurut kepercayaan Barong adalah simbol raja dari arwah yang mencerminkan kebaikan. Barong yang dimainkan oleh dua orang ini akan diarak ke seluruh desa.
Agar seluruh desa terhindar dari kejahatan, keburukan yang akan menghalangi rezeki dan kemakmuran masyarakat sekitar. Serta hawa nafsu yang membuat mereka celaka. Prosesi ini diikuti oleh semua lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak sampai para sesepuh Desa.
Saat arak-arakan berlangsung, akan ada pembacaan tembang Macapat atau naskah jawa kuno yang berisi doa. Tetapi, sebelumnya diiringi dengan doa dan bacaan surat Al-fatihah terlebih dahulu. Ada juga kesenian lain yang ikut mengiringi acara ini seperti pertunjukan Tari Gandrung, Burdah, Hadrah katulan, Singo-Singoan.
Kopi Sepuluh Ewu
Selain bercocok tanam masyarakat Suku Osing juga terkenal dengan produksi biji kopi terkenal hingga Mancanegara. Namanya adalah Kopai Osing, memiliki cita rasa unik pahit dan asam sangat kuat, manisnya hanya sedikit. Kopi khas Suku Osing ini bisa Anda nikmati gratis pada acara Kopi Sepuluh Ewu.