Topsumutpress.com – Seorang teman menyampaikan pendapatnya mengenai curahan hati temannya yang agak gelisah melihat status di Media Sosial (Medsos), khususnya Facebook.
Fenomena tercatat! Gurat gelisah tampak nyata dari wajah seorang teman saat ia mengutarakan apa yang tengah ia rasakan.
Demikian tulisan disampaikan seorang teman yang meminta namanya tidak dipublikasikan, meski apa yang disampaikannya masih sebatas yang wajar, mengenai curahan hati temannya.
“Takut aku baca baca facebook sekarang ini,” cetus seorang teman menirukan keluhan temannya yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar.
Ungkapan itu, menurut hematnya, mewakili banyak individu saat status di media sosial terindikasi menghujat, menantang bahkan nenghakimi kelompok atau individu lain dengan bahasa mulai dan bahasa ironi sampai bahasa sarkasme yang bisa berwujud caci maki dan sumpah serapah.
“Hujatan yang dalam pandangan kami berupa prasangka akan lebih banyak lagi kita temukan bila kita menempatkan antara pemerintahan dan di luar pemerintahan,” sebutnya, yang menganalisa lebih dalam terkait status di facebook yang dikeluhkan temannya.
“Kenapa menyebutnya prasangka dan bukan kritikan? Karena hemat kami apa yang terjadi saat ini lewat status di medsos, khususnya facebook, pada orang-orang di Kota Pematangsiantar ini bukanlah sesuatu yang lahir dari analisa dan evauasi atas data dan fakta untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi dan memperbaiki pekerjaan, melainkan sebuah kesimpulan akan sebuah objek tanpa mengetahui data dan fakta yang sebenarnya,” bebernya lebih lanjut.
Menurutnya, ada 4 faktor sebab timbulnya prasangka (Baron dan byrne). Pertama, faktor konflik antar kelompok secara langsung. Dijelaskan dalam teori kelompok realistis, hal ini karena adanya kompetisi dalam mendapatkan kekuasaan atau mendapatkan sumber daya yang terbatas.
Kemudian ada faktor pengalaman belajar pada masa awal perkembangan. Hal ini dijelaskan dalam teori belajar sosial, sesorang berprasangka karena lingkungan atau kelompoknya telah mempersiapkannya untuk berprasangka.
Faktor ketiga disebut dalam teori kategori sosial, yakni individu membagi dunia sosialya menjadi dua kategori ekstrim yg saling terpisah. Ada kecendrungan seseorang akan meletakkan objek dan manusia ke dalam kelompok.
Dan faktor keempat, kondisi sosial, bagaimana individu berpikir tentang individu lain dan adanya keseragaman dari kelompok luat. Faktor ini yang berkontribusi adalah korelasi ilusif (ilusi yang terjadi apabila individu menghubungkan dua hal yang tampaknya berhubungan padahal sebenarnya tidak).
Sering dikatakan bahwa prasangka adalah sikap sementara dan diskriminasi adalah sebuah tindakan.
Mengkaji faktor-faktor itu, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa prasangka adalah bagian dari sifat manusia yang akan tetap ada, namun membiarkan prasangka begitu saja sama dengan membiarkan diskriminasi terjadi, yang dengan sendirinya melahirkan perpecahan dan konflik.
Menariknya di kota tercinta ini, dengan kembali mengutip status di facebook teman, dapat ditambahkan satu faktor aplikatif lainnya yaitu ‘menunggu telepon atau panggilan’, dengan kata lain prasangka dengan sengaja dilontarkan agar mendapat perhatian dan ujung-ujungnya menguntungkan.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk menjauhkan prasangka dalam sebuah objek? Atau terhadap individu atau kelompok lain?
“Tulisan ini tidak bermaksud ditujukan pada seseorang atau pada suatu kelompok, karena itu sama saja artinya penulis juga berprasangka. Tapi lebih untuk membuka cakrawala berpikir untuk menghilangkan prasangka dan mengendepankan kritik. Mengedepankan evaluasi dan analisa ketimbang keburu menduga, menuduh terlebih lagi menyalahkan,” paparnya.
Berbagai teori psikologi mengemukakan solusinya, antara lain dengan memperbaiki kondisi sosial ekonomi, membuka kesempatan belajar, menghilangkan strata dalam sifat keduniawian dan mengembangkan sikap terbuka dan lapang dada.
Tiga solusi awal tentunya merupakan tugas besar yang harus diambil oleh pemimpin. Sedangkan sikap terbuka dan lapang dada bisa dimulai dari setiap individu dan kelompok dengan selalu menjalin komunikasi, melalui pemahaman timbal balik. (*/tsp)