Rotasiasia.com – Desa Wae Rebo, salah satu desa adat di Indonesia yang mendapatkan penghargaan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 2012.
Walaupun, banyak wisatawan yang datang, baik Mancanegara maupun Nusantara. Namun, penduduknya tetap tidak terpengaruh dunia luar dan menjaga tradisi turun-temurun.
Salah satu yang bisa Anda rasakan langsung adalah meminta izin leluhur terlebih dahulu. Tujuannya meminta perlindungan pada tamu. Dari awal berkunjung sampai nanti meninggalkan Wae Rebo.
Aturan di Desa Wae Rebo
Selama ritual ini berlangsung, Anda dilarang untuk melakukan aktivitas apa pun di lingkungan sekitar, termasuk mengambil foto.
Anda akan masuk ke rumah Gendhang, melakukan berbagai macam ritual. Sampai sesepuh Desa menerima Anda sebagai bagi dari penduduk Desa Wae Rebo.
Baru Anda dipersilakan untuk mengambil foto atau video. Bisa juga bermain atau berbincang dengan warga sekitar. Kalau ke sini jangan lupa bawa buku.
Karena, terisolasi dari dunia luar, anak-anak Wae Rebo banyak yang belum bisa baca dan tulis.
Oleh karena itu, mereka sangat senang bila ada Wisatawan yang membawakannya buku. Menceritakan isinya dan mengajari mereka membaca dan menulis satu persatu. Atau bisa juga bermain permainan tradisional.
Desa Wae Rebo, Desa Tertinggi di Indonesia
Wae Rebo ditetapkan sebagai Desa tertinggi di Indonesia yang berada diketinggian 1200 Mdpl.
Anda bisa melihat perbukitan hijau dan keindahan matahari baik saat pagi hari maupun sore hari.
Dari perbukitan ini, Anda bisa naik dan melihat Mbaru Niang, ikon Wae Rebo yang tidak terganti kan.
Ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan sebelum berkunjung ke tempat ini.
Pertama, adalah aliran listrik yang terbatas. Biasanya menyala setiap pukul 6 sore sampai 10 malam saja. Sehingga, power bank sangat dibutuhkan untuk mengisi daya, lebih disarankan untuk membawanya lebih dari satu.
Cobalah bangun sekitar pukul 3 pagi, dan lihatlah ke angkasa. Bila beruntung, Anda bisa melihat keindahan milky way dari sini.
Tidak hanya berkesan dengan pemandangan alamnya saja. Anda juga terkesan dengan penduduk Desa Wae Rebo yang tidak pernah lupa soal hari kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan, mereka akan melakukan upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus.
Dalam upacara ini, bendera Merah Putih akan dikibarkan di atas Mbaru Niang. Banyak warga gotong royong agar bisa berkibar. Hampir sebagian besar warganya hafal lagu Indonesia Raya dan menyanyikannya bersama-sama.
Sebelum meninggalkan Desa ini, tidak ada salahnya Anda membeli beberapa oleh-oleh. Seperti, kopi khas Wae Rebo yang enak.
Ada lagi beberapa kerajinan tangan seperti cendera mata atau juga kain tenun. Bisa juga membeli beberapa produk pertanian mereka seperti vanili dan kulit kayu manis.
Keunikan Rumah Adat Desa Wae Rebo
Ada yang kurang rasanya, bila Anda sudah datang ke Desa adat ini tetapi, tidak menginap untuk satu atau dua hari.
Lokasi menginap khusus untuk tamu dari luar sudah disiapkan di Mbaru Niang, rumah adat yang hanya memiliki 7 buah saja.
Tempat menginap di Desa Wae Rebo ini berbentuk kerucut, tinggi, dan bulat.
Tingginya mencapai 15 meter, bentuk rumah ini mempunyai simbol kerukunan, perlindungan dan persatuan antar warga.
Keunikan dari rumah adat ini adalah terbuat dari bahan alami seperti, rotan, alang-alang, bambu, dan ijuk. Mempunyai 5 lantai yang terdiri dari beberapa ruangan dan memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Lantai satu atau lutur, digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga dan menerima tamu.
Lantai dua disebut lobo, berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang dan berbagai bahan makanan.
Lantai tiga adalah lentar, tempat menyimpan benih tanaman pangan. Lantai empat atau lempa rae digunakan untuk stok makanan.
Stok ini berfungsi saat Desa Wae Rebo mengalami kekeringan. Sehingga, panen tidak melimpah.
Lantai terakhir disebut hekang kode, sebuah ruangan yang berfungsi untuk menyimpan sesajian para leluhur.